Cerita Sandubaya dan Lala Seruni

Pada zaman dahulu kala, saat Kerajaan Lombok dipimpin oleh Prabu Kertajaya, hiduplah sepasang suami istri muda yang bahagia, yaitu Sandubaya dan Lala Seruni. Lala Seruni dikenal dengan kecantikannya yang tiada tara. Wajahnya yang bersinar seperti bulan purnama menjadi sumber kekaguman di seluruh negeri.

Suatu malam, Sandubaya dan Lala Seruni pergi beribadah di Pura Kayangan. Mereka duduk khusyuk di atas tikar, dengan kedua telapak tangan di depan ubun-ubun dan ujung jari-jari menjepit sehelai bunga. Di depan mereka, sebuah dupa sebagai pengantar doa mereka kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Setelah selesai berdoa, mereka bersiap untuk pulang.

Ketika mereka hendak meninggalkan pura, Prabu Kertajaya datang bersama rombongannya untuk bersembahyang. Melihat kedatangan sang Raja, Sandubaya dan Lala Seruni memberi hormat.

Prabu Kertajaya membalas dengan senyum dan tatapan penuh kekaguman terhadap Lala Seruni. Ia terus memandang hingga pasangan tersebut hilang dari pandangan.

"Siapa wanita cantik itu? Apakah kamu mengenalnya, Patih?" tanya Prabu Kertajaya.

"Wanita itu bernama Lala Seruni, sedangkan pemuda yang bersamanya adalah suaminya, Sandubaya. Mereka baru saja menikah beberapa hari yang lalu," jelas sang Patih.


Prabu Kertajaya terpesona oleh kecantikan Lala Seruni, wajah cantik wanita itu terus menghantui pikirannya. Meskipun mengetahui bahwa Lala Seruni sudah bersuami, Prabu Kertajaya berniat untuk memilikinya.

Keesokan harinya, Prabu Kertajaya mengutus beberapa prajurit untuk mengajak Sandubaya berburu ke hutan Gebong. Sandubaya dan Lala Seruni terkejut melihat kedatangan prajurit kerajaan yang tiba-tiba. Sandubaya, yang sangat taat kepada rajanya, tidak bisa menolak ajakan tersebut.

Keesokan harinya, Sandubaya berangkat ke istana dengan kudanya, Gagak Mayang, diikuti oleh anjing kesayangannya, Getah. Di hutan Gebong, Sandubaya mulai berburu.

Saat ia memanah babi hutan, seorang prajurit dari belakang menikamnya dengan tombak. Sandubaya terjatuh dan tewas seketika. Anjing Getah yang berusaha membela tuannya juga ditombak, sementara kuda Gagak Mayang melarikan diri pulang.

Lala Seruni yang gelisah melihat kuda pulang sendirian, segera menunggangi kuda tersebut dan menuju hutan Gebong. Ia menemukan suaminya yang sudah meninggal dan sangat berduka. Prabu Kertajaya pura-pura berduka di hadapan Lala Seruni dan mengklaim bahwa Sandubaya tewas karena babi hutan.

Lala Seruni merasa curiga dan sedih, namun ia tetap pasrah. Keesokan harinya, Prabu Kertajaya mengirim utusannya untuk menjemput Lala Seruni ke istana. Meski awalnya menolak, ia tidak kuasa melawan prajurit dan akhirnya dibawa ke istana. Kuda Gagak Mayang juga dipaksa pergi dan terpaksa ditombak hingga mati.


Di istana, Prabu Kertajaya mencoba membujuk Lala Seruni untuk menikah dengannya. Lala Seruni menolak dan mengurung diri di kamar.

Setelah beberapa hari, Lala Seruni memutuskan untuk bertindak. Saat Prabu Kertajaya datang untuk membujuknya lagi, Lala Seruni mengatakan akan menikah dengan satu syarat: ia ingin mandi di Pantai Menanga Baris.

Prabu Kertajaya setuju dan mengantarkan Lala Seruni ke pantai tersebut. Di sana, Lala Seruni meminta untuk mengambil teratai merah besar yang muncul dari laut.

Ketika prajurit mencoba memetiknya, mereka diserang oleh ikan-ikan ganas. Prabu Kertajaya pun terluka ketika mencoba membantu. Sementara itu, teratai bergerak menuju Lala Seruni, yang kemudian naik ke atasnya. Teratai itu membawa Lala Seruni ke tengah laut dan mengantarkannya ke tempat penantian suaminya di alam arwah.

Prabu Kertajaya dan para prajurit hanya bisa tertegun melihat kejadian itu. Menurut cerita, Lala Seruni menghilang dan bertemu dengan suaminya di alam arwah. Demung Brangbantun, kakak Sandubaya, sangat marah dan menyiapkan pasukannya untuk menyerang Prabu Kertajaya.

Pertempuran berlangsung lama, dengan pasukan Demung Brangbantun menggunakan jajanan sebagai senjata untuk menghindari korban jiwa. Akhirnya, pasukan Demung Brangbantun menang, dan Prabu Kertajaya, merasa malu, membenturkan kepalanya ke batu hingga tewas.

Setelah kematian Prabu Kertajaya, tahta Kerajaan Lombok dipegang oleh Prabu Rangkasari, yang dikenal sebagai penguasa yang cinta damai. Ia mengajak Demung Brangbantun berdamai, dan kedamaian pun kembali terjaga di bawah kepemimpinan Prabu Rangkasari yang adil dan bijaksana